WAWANCARA (2) Saya Sudah Terbawa Globalisasi!

SEMAAN MANTAP JABODETABEK

WYLLDY. F. S

11/12/20242 min read

Pada suatu malam yang penuh perbincangan di Surabaya, kami berkesempatan untuk berbicara lebih dalam dengan Gus Mik, seorang figur yang dikenal luas di kalangan masyarakat, namun tetap memilih menjalani kehidupan sederhana. Wawancara ini mengungkap berbagai pandangan Gus Mik terkait peran spiritualitas, agama, dan masyarakat dalam menghadapi tantangan globalisasi.

Mengapa Anda memilih tampil berbeda dari kiai lainnya, yang umumnya menggunakan sarung, peci, dan membawa tasbih? Gus Mik menjelaskan bahwa ia bukanlah kiai, meski sering dipanggil demikian. Ia merasa dirinya lebih tepat disebut sebagai pengikut semaan Alquran. "Saya lebih banyak berkelana, dan dari perjalanan itulah saya mendapatkan pemahaman. Saya bukan ulama, hanya seseorang yang mencoba untuk mengajak orang dekat dengan Tuhan."

Semaan Alquran yang Anda ciptakan, apakah itu bagian dari ibadah yang lebih luas? Semaan Alquran, menurut Gus Mik, bukan hanya sebuah kegiatan keagamaan, melainkan juga hiburan spiritual yang mendekatkan diri kepada Allah. "Semaan ini mengandung barokah. Membaca dan mendengarkan Alquran memberikan pahala yang sama, bahkan pendengarannya dianggap lebih besar karena membutuhkan fokus dan ketulusan hati."

Bagaimana Anda melihat globalisasi yang semakin berkembang? Gus Mik menanggapi dengan bijak, bahwa kemajuan dunia dan Indonesia tidak bisa dibendung. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga iman dan meningkatkan keterampilan positif seiring dengan kemajuan zaman. "Globalisasi harus dihadapi dengan iman yang kokoh, agar kita tidak mudah terombang-ambing dengan dampak negatifnya."

Apa yang Anda harapkan dari peran kiai dalam masyarakat? Bagi Gus Mik, peran kiai tidak selalu harus terbatas pada pesantren. Ia percaya bahwa kiai bisa berperan dengan cara lain, seperti membantu masyarakat dalam mengurangi kesulitan hidup dan memperbaiki kualitas spiritualitas. "Kiai itu harus bisa menjembatani kesulitan umat, terutama mereka yang miskin dalam hal materi dan ilmu."

Apa yang Anda rasakan mengenai gelar 'dukun tiban' yang sering disematkan pada Anda? Gus Mik mengaku bahwa ia sering dicari orang karena dianggap memiliki kemampuan luar biasa, namun ia menegaskan bahwa ia tidak memiliki kekuatan supranatural. "Saya tidak bisa protes atas gelar itu. Saya hanya seorang hamba yang berusaha mengajarkan cinta kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya."

Terkait masa kecil Anda, apakah itu mempengaruhi perjalanan hidup Anda? Gus Mik menceritakan bahwa sejak usia muda ia telah merasa ada yang berbeda dalam dirinya. "Sejak 11 tahun saya sudah banyak berkelana. Hidup saya seperti orang sakit, jarang pulang ke rumah," kenangnya. Ia juga menyebutkan pengalaman pahit pernikahannya yang berakhir dalam waktu singkat, namun itu menjadi bagian dari perjalanan spiritual dan kehidupannya yang penuh warna.

Wawancara ini memberikan gambaran tentang sosok Gus Mik yang sederhana, namun memiliki pandangan hidup yang dalam mengenai peran agama dan spiritualitas dalam kehidupan masyarakat modern. Ia tetap teguh pada keyakinannya, meskipun sering dipandang berbeda oleh banyak orang.